No war! Peace, Love N Respect!


Saya adalah salah satu dari beberapa orang yang kebetulan sedikit mempunyai hoby membaca. Dan kebetulan lagi, saat saya sedang bersantai didepan kamar saya, ada saudara saya yang kebetulan juga sedang muthola'ah pelajaran sejarah perjalanan Muhammad SAW. Kebetulan yang berikutnya adalah, tiba-tiba ada perasaan "iseng" dari dalam diri saya untuk ikut membuka dan kemudian membaca buku yang dibawa saudara saya itu. Sejurus kemudian saya merasa berada pada tahun-tahun dimana pada saat itu saya masih tercatat sebagai siswa ibtida'iyah yang minimal setiap satu minggu sekali pasti ber-"gaul" dengan buku sejarah tersebut. Dengan kebetulan pula, tiba-tiba saya merasa kembali pada suatu waktu ketika bapak guru saya memberikan penjelasan dan pemahaman pelajaran sejarah perjalanan Muhammad SAW itu, layaknya seorang ayah yang membacakan dongeng kepada putranya yang hendak tidur.
Di kisahkan bahwa, Muhammad SAW itu lahir dan hidup dengan memiliki sifat kasih sayang dan anti permusuhan. Meskipun banyak orang kafir yang memusuhi Muhammad SAW, tidak lantas membuat Muhammad SAW juga memusuhi mereka. Bahkan permusuhan yang mereka lancarkan kepada Muhammad SAW, dibalasnya dengan kasih sayang dan belas kasihan. Bahkan terkadang Muhammad SAW merasa "kangen" saat suatu hari orang yang biasa me-ngerjai-nya tidak tampak batang hidungnya. Bukannya lega karena merasa tidak lagi terancam jiwanya, justru Muhammad SAW mengkhawatirkan keaadan orang yang biasa usil bahkan berniat membunuhnya itu. Setelah mengetahui kalau ternyata orang itu sedang sakit, Muhammad SAW kemudian menjenguknya dan mendo'akan kesembuhan kepadanya.
Kasih sayang versi Muhammad SAW itu mengandung dimensi-dimensi nilai yang tak terkirakan kadar kemulyaan sosialnya, keintiman kasih sayang universalnya, kepercayaan diri yang luar biasa dalam konteks militer dan keterpaksaan dalam permusuhan.
Selama Muhammad SAW "terpaksa" terlibat dalam sejumlah peperangan karena dimusuhi, strategi yang Muhammad SAW gunakan adalah, "Bagaimana meminimalisasi korban sampai sesedikit-sedikitnya kematian pada kedua belah pihak, baik muslim maupun kafir." Bukannya, "Bagaimana memusnahkan musuh setuntas-tuntasnya." Menurut saya, itu Muhammad SAW lakukan karena yang terpenting bukanlah kemenangan atas musuh, bukan kemenangan kekuatan manusia atau kelompok atas kelompok atau manusia yang lain, melainkan kemenangan atas diri sendiri, kemenangan atas nafsu sendiri, kemenangan untuk tidak memusuhi meskipun dimusuhi, kemenangan untuk tidak membenci orang yang membenci dan memerangi kita. Kalaupun terpaksa meladeni peperangan, itu karena tidak ditemukan lagi formula dialektika atau komunikasi yang lain. Sehingga itu (perang) kita lakukan tetap dalam kesadaran kasih sayang kemanusiaan dan kemakhlukan.
Dikisahkan, dalam perang Badar umat islam meraih kemenangan besar pada tanggal 17 Ramadlan tahun kedua Hijrah. 313 (180+133) umat muslim berhasil mengalahkan dan menaklukkan orang-orang kafir yang berjumlah 1000. Yang secara rumus matematika mestinya orang kafirlah yang menang. Namun Tuhan berkehendak lain, dan kemenangan akhirnya justru berpihak kepada kaum muslimin.
Dalam peristiwa bersejarah itu, Muhammad SAW memberikan dua ilmu atau rumus menjalani kehidupan. Pertama, kepada ummat muslim yang sangat lemah segala-galanya Muhammad SAW berkata: "Kalian akan ditolong oleh Allah, diberi kemenangan dan rizqi. Tapi itu bukan karena kehebatan kalian, melainkan karena orang-orang lemah yang kalian perjuangkan." Sehingga melecutlah semangat jihad kaum muslimin kala itu.
Kedua, Muhammad SAW tidaklah bodoh dan irasional untuk memohon kepada Allah, "Ya Rabb, berikan kemenangan kepada kaum muslimin." Karena sekali lagi, secara hitungan matematika, umat muslim tidak mungkin menang. Akan tetapi Muhammad SAW mengungkapkan suatu rayuan/pernyataan jenius kepada Allah: "Ilahi, asal engkau tidak marah kepadaku, maka atas segala ketentuanmu atas nasib kami didunia, la ubali, aku tidak peduli." Bahasa jawanya, “gak patheken”, mau dihina, diremehkan orang, monggo. Difitnah, disikapi tidak adil, ditimpa pembunuhan karakter, santet, bahkan pembunuhan fisik silahkanlah, Apa saja, asal Tuhan ridlo kepada kita. Justru dengan ungkapan keikhlasan seperti inilah, Muhammad SAW dan pasukan Badar di anugerahi kemenangan.
Namun begitu dianugrahi kemenangan besar, Muhammad SAW tidak lantas berpesta meryakan atas kemenangan tersebut, justru Muhammad SAW menyatakan ungkapan yang luar biasa bernilai peradaban dunia: "Kita baru saja memenangkan jihad kecil, kini saatnya kita memasuki jihad akbar, yakni perang melawan nafsu kita sendiri." Perang melawan kerakusan ekonomi, kebodohan dalam ketertindasan, dan seluruh kesenangan hawa nafsu duniawi.
Dari kisah tersebut di atas saya pribadi berkesimpulan, mungkin ada baiknya apabila saya mempunyai niat atau setidaknya cita-cita melakukan kontrak seumur hidup dunia akhirat untuk tidak akan memasukkan kata permusuhan ke dalam harddisc kalbu saya. Kalau di musuhi, saya oke, bahkan berterima kasih. Sebab itu menguji cinta saya dan menambahi kualitas cinta saya, jika mampu saya pertahankan dihadapan kebencian dan permusuhan orang lain kepada saya. Bagi saya, permusuhan tidak ada hubungannya dengan kehidupan, permusuhan hanya punya jodoh kematian. Permusuhan tidak mempunyai ekspresi lain kecuali pembunuhan atau pemusnahan, baik fisik maupun karakter. Di dalam kehidupan hendaknya yang ada hanyalah cinta, kasih dan sayang. jika dipaksa melakukan permusuhan maka hanya ada satu langkah: MATI!!!
Tiba-tiba pengembaraan lamunan saya sampai pada sebuah syair yang di bawakan oleh Kyai Kanjeng, kurang lebih isinya sebagai berikut: Duka derita duka laraku didunia// Tidaklah aku sesali juga tak akan aku tangisi// Sesakit apapun yang kurasakan dalam hidupku// Semoga tak membuatku kehilangan jernih jiwaku// Andaikan dunia mengusir aku dari buminya// Tak akan aku merintih juga tak akan aku mengemis// Ketidak adilan yang di timpakan oleh manusia// Bukanlah suatu alasan bagiku untuk membalasnya// Asalkan karena itu tuhan menjadi sayang padaku// Segala kehendaknya menjadi surga bagi cintaku// Bukanlah apa kata manusia yang diikuti// Tetapi pandangan Allah tuhanku yang ku takuti// Ada tiadaku semata mata milik-Nya jua// Ada tiadaku semata mata milik-Nya jua.
Bukankah indah hidup, bersama saling berbagi saling mencinta? Untuk itu, No War! Peace, Love, N Respect!!! (QOID/red)

dawuhe emha 11

  • Kita bisa seminggu penuh ngelembur mencatati kacaunya feosalisme dan hebatnya demokrasi, atau sebaliknya.
  • Tugas pemerintah mengolah modal kekayaan Negara untuk kesejahteraan rakyat lahir bathin.
  • Derajat pemerintah ada di bawah maqam rakyat. Tugas mereka mengolah modal kekayaan Negara untuk diantarkan kepada rakyat. Demokrasi adalah satu jenis kendaraan untuk mengantarkan kesejahteraan itu.
  • Pemerintah dilarang main-main, sok kuasa, lupa hakekat demokrasi dan rakyat, merasa dri di atas rakyat, dan lupa bahwa rakyat bisa hidup tanpa pemrintah sementara pemerintah tak bisa ada tanpa rakyat.
  • Kekayaan Negara tercecer-cecer mubajir, di kuasai maling dan kaum serakah yang derajatnya sama dengan ayam yang nothol-nothol nasi berceceran.
  • Para ahli wirid meminjam kata-kata Allah SWT minhaitsu la yahtasib : mereka akan menjumpai kenyataan jauh di luar yang mereka perhitungkan. Berbagai rekayasa tidak jujur, hati yang tidak adil, dan pikiran yang tidak objektif yang menimpa rakyat Indonesia di tengah impitan dan timbunan masalah-masalah, lambat atau cepat akan mengalami produk dari ‘minhaitsu la yahtasib’ mereka melakukan tipu daya, dari local sampai internasional, dan mereka akan kejagul karena Allah SWT adalah Maha Penipu Daya.Tinggal rakyat yang di tipu daya itu mempercepat dengan tangis mereka kepada Allah SWT, atau membiarkan irama Allah SWT berlangsung apa adanya.
  • Presiden dan seluruh jajaran pejabat birokrat adalah pembantu rumah tangga rakyat.Rakyat membayarnya, menyediakannya kantor, rumah dinas, kendaraan, serta segala kelengkapan untuk menjalankan tugasnya. Pemerintah adalah pihak yang di pilih, rakyat adalah pihak yang memilih. Yang memilih lebih tinggi derajatnya dan lebih berkuasa dari yang dipilih apalagi yang membayar dan yang di bayar. Yang membayar adalah bos yang di bayar adalah karyawan. Rakyat adalah juragan pemerintah adalah buruh.
  • Seluruh pasal konstitusi, hukum, dan aturan-aturan apapun dalam kehidupan bernegara, mengacu pada derajat kedaulatan rakyat yang terletak di atas kepala pejabat.
  • 9. Kantor yang di tempati walikota itu bukan pemerintah, melainkan gedung Negara. Pemerintah tidak punya gedung, lha wong orang-orang pemerintah saja di gajih oleh rakyat. Itu gedung Negara, Negara adalah aplikasi otoritas rakyat. Esensinya itu adalah gedungnya rakyat. Juga obil yang di kendarai walikota adalah mobilnya rakyat. Dan apa saja di badan walikota yang berasal dari keuangan Negara, itu adalah kepunyaan rakyat.
  • 10. Orang Indonesia gumunan, latah, dan gampang di bikin mabuk. Cukup di serbu dengan iming-iming. Segala yang memabukkan di masukkan ke Indonesia